Perjalanan Bersejarah

lamantembawang | 01.58 |

Jalan Menuju ke Daerah Tanjungpura Ketapang
Perjalanan kali ini saya sebut perjalanan bersejarah, karena perjalanan yang saya tempuh melewati daerah yang sangat bersejarah. Di Ketapang ada suatu tempat yang termasuk di pelosok, merupakan sisa-sisa peninggalan pada saat jaman kerajaan. Sebetulnya ini perjalanan menuju ke kampung, bersama anak dan istri. Perjalanan ditempuh dari Kota Ketapang menuju jalur Kecamatan Sandai. Kita menggunakan jalan alternatif yang merupakan jalan pintas, biasa disebut jalan Tanjungpura. Disebut jalan tanjungpura karena jalan tersebut melewati makam Raja Tanjungpura dan di daerah tersebut disebut Tanjungpura.
Perjalanan yang kita tempuh memang cukup banyak rintangan, karena lewat jalan tersebut masih banyak jalan tanahnya. Beruntung pada saat kita tempuh jalan tersebut musim kering, kalu musim penghujanan jalannya becek dan mudah banjir. Pun, sebelum sampai ke Tanjungpura kita mesti menyebrang pakai motor tambang kecil. Karena jalannya ada tergenang air, dan melewati jalan ini pada umumnya jembatan masih banyak yang darurat.  
Walaupun demikian, karena merupakan jalan pintas tetap berusaha kita tempuh. Dan, sambil melintas mempunyai keinginan untuk mampir ke makan raja tanjungpura. Sampai ditempat tersebut, ada seorang Ibu yang merupakan juru kunci makam yakni Buk Fardiah. Masuk ke makam tersebut, beliaupun mulai bercerita ditunjukannya makam Raja Tanjungpura yang bernama Sultan Muhhamad Jainudin Mursal, beliau adalah pemimpin (Raja) saat Agama Islam masuk ke Ketapang. Penyebar agama islam pertama ketika itu adalah Seykh Muhhamad Aminulah Al Maghribi dari Maroko, dan Imam Agung dari mekah ketika itu.
Di lain tempat, ada tempat yang disebut dengan tempat suci da bersih yang juga bagian dari kerajaan tanjungpura ketika itu yakni Taman Suci Sapu Jagat. Tempat ini ada kolam kecil, dan air dikolam tersebut biasa juga dimanfaatkan oleh warga setempat untuk diminum. Air ini memang cukup aneh, karena walaupun kecil ukuran kolamnya walaupun kemarau panjang tidak pernah kering. Dan, tempat tersebut tidak perlu dibersihkan seperti makam raja tanjungpura karena tempat itu bersih dengan sendirinya, adapun daun-daun dari pohon-pohon sekitar persis tidak pernah berguguran.
Air tersebut disebut warga air zam-zam ke empat, makanya dari jaman kerajaan sampai saat ini menjadi tempat orang-orang melakukan zikir, dsb. Pada saat jaman kerajaan si Raja setiap jum’at sembahyang ketempat tersebut, yang menurut ceritanya itu merupakan jalan menuju ke Mekah. Ditempat ini kala orang beruntung saat melakukan zikir, akan melihat lobang yang kedalamnya ada tangga kecil terbuat dari emas terdiri dari dua tingkat, tingkat terakhirnya ada jalan menuju goa namun goanya gelap dan didepan goa tersebut ada orang yang memakai pakaian serba putih.
Nah, jalan tersebutlah yang dikatakan jalan menuju mekah. Dan, orang yang sakti-mantraguna seperti raja dan yang lainnya ketika itu setiap jumat tadinya sembahyang ke mekah dari jalan itu, dan ambil air uduk di air kolam tadinya. Air tersebut memang sangat bersih kalau kita ambil tidak ada kotoran sama sekali. Pernah dilakukan oleh salah seorang Putera Ketapang bernama Hamzah Has (mantan wakil presiden), mengambil tersebut dimasukan ke dalam botol. Dan, sampai dimekah dibandingkan dengan air zam-zam, orang yang disana disuruh minum air yang dibawa dari Kalimantan tersebut, dan beliau minum air zam-zam. Memang tidak ada perbedaan dari kejernihannya sampai kerasanya, rasa air tersebut memang tidak sama seperti rasa air biasanya, lebih punya ke khas an.
Tempat makam raja Tanjungpura ini memang butuh perhatian, walau sudah pernah direnovasi bangunannya yang ada sekarang sudah banyak yang rusak, tapi tetap terawat adanya. Tiap hari Ibu Fardiah yang sekaligus juru kunci makam membersihkan tempat tersebut, hingga kalau kita berkunjung hampir tidak ada sampah mulai dari pekarangannya sampai menuju ke pemakamannya. Keluarga dari Ibu Fardiah tersebut, menurut ceritanya ketika jaman kerajaan merupakan orang suruhan raja. Sehingga, lokasi sekitar pemakaman tersebut disuruh keluarga dari pihak beliau mengelolanya dengan catatan tidak boleh diperjual belikan.
Tidak terasa, karena asik mendengarkan Ibu Fardiah bercerita sudah 1 jam duduk dipemakaman Raja Tanjungpura tersebut. Sambil permisi, terus melanjutkan perjalanan bersejarah ini. Luar biasa bedanya ketika keluar dari makam tersebut, hati terasa tenang dan damai sekali. Sehingga, agar tidak terlupakan kenangan yang terindah ini bisa saya tulis demikian adanya. 

Category: ,

Admin @lamantembawang:
Silahkan meninggalkan komentar yang membangun dan berguna

Governance and Sustainable Fair - Contact: nikasiusmeki@gmail.com