Foto Bersama, Mas Yudi (Kiri) dan Kang Hendrik (Kanan)
Tulisan ini ditulis ditulisan ini sebenarnya ditulis kisaran tengah malam, tepat pada pukul 11.55 wib seperti terlihat di atas. Kondisi malam sudah begitu sepi, yang ada hanya suara jangkrik dan percikan air saja. Malam yang tidak pernah terbayangkan begitu sunyi dan sepi yang sangat mencekam. Tapi, perasaan ini ingin sekali menuangkan segala kemelut dengan ditumpahkan pada secarik kertas yang kosong ini.
Menulis itu bukan sekedar tuntutan, juga bukan karena mau pamer atas apa yang kita miliki. Tapi menulis adalah jiwa yang tidak pernah akan habis-habisnya sampai waktu ini juga berhenti. Menulis itu juga bukan sekedar hoby tapi menulis itu sebuah kebutuhan agar semua unek-unek kita itu tersalurkan, tertumpahkan dan terdokumentasikan dengan baik.
Walaupun tengah malam, saya ingin berbagi seputar pengalaman yang sebetulnya sudah jelang berapa waktu yang lalu. Tujuannya sebenarnya supaya ini mudah dan selalu diingat, karena kalau sudah kita upload di internet pasti tidak akan terhapus. Kita manfaatkan saja fasilitas yang ada ini, dari pada terbuang begitu saja.
Kebun Sawit Kang Hendrik
Tertanggal 24 Maret 2014, adalah perjalanan pertama menuju tempat ini, yaitu di Desa Sungai Besar, Kecamatan Matah Hilis Selatan. Tidak tau apakah orang yang dituju tersebut ada ditempat atau tidak, karena waktu dihubungi handphone nya tidak aktif. Nama orang tersebut adalah Hendrik, kita sapa Kang Hendrik, saya ikut-ikutan saja panggilnya. Mungkin karena atas dasar ketemu sesama Bandung, di daerah Cianjur jadi panggilannya pakek akang gitu.
Perjalanan ini selain untuk belajar, juga menemani dua orang teman yang datangnya dari pulau yang cukup jauh. Mereka adalah Dr. Laksmi Adriani Savitri, M.Si seorang Dosen ahli antropologi di Universitas Gajah Mada (UGM) dan Mas Yudi tidak tahu betul nama lengkapnya seorang mahasiswa S2 di Sanata Darma. Sampainya di Sungai Besar karena bertanya-tanya sama orang-orang di daerah tersebut, rumah Kang Hendrik akhirnya ketemu.
Kang Hendrik ini adalah transmigrasi dari Jawa Barat, tepatnya di Cianjur kebetulan satu daerah dengan Dr. Laksmi Adriani Savitri, M.Si. Sampai di rumah Kang Hendrik, kita betul-betul dijamu dengan luar biasa baiknya, baik makan dengan segala hidangannya maupun minum-minumannya. Sekali ditanya kenapa nomor hp Kang Hendrik tidak aktif, ternyata sekali di cek emang nomornya salah. Membuat kita yang ada dalam rumah tersebut pada ngakak.
Kebun Sayur Kang Hendrik

Di Sungai Besar tersebut tidak tinggal diam karena diberikan lokasi sekitar 2 ha oleh Pemda Kabupaten Ketapang. 1 Ha ditanami oleh Kang Hendrik Sawit, dan 1 ha nya lagi ditanami sayur-sayuran. Di tempat ini potensi yang utamanya lahan, jadi itu modal utama yang dimiliki oleh masyarakat yang ada. Tinggal maunya kita, ini akan diolah untuk menanam apa saja dan bisa menghasilkan uang, kata Kang Hendrik.
Sementara menuggu sawit yang ada sampai masa panennya, Kang Hendrik mengolah tanah-tanah yang ada dengan aneka sayuran-sayuran, dan juga membuat pembibitan sawit di pekarangan rumahnya. Bibit sawit tersebut apabila ada yang mesan diperjual belikan oleh Kang Hendrik, dan merupakan bibit yang ada sertifikat karena didatangkan dari Medan. Oleh karena sawit yang ditanam tersebut milik pribadi, apabila dipanen nantinya cukup untuk kebutuhan hidup ukuran keluarga kecil-kecilan, kata Kang Hendrik.
Sebenarnya Petani di Indonesi ini bisa kaya, dengan catatan lahan-lahan yang ada perkebunan kelapa sawit dan lain sebagainya itu tidak dikuasai. Ketika Petani yang memiliki lahan tersebut dan memproduksi hasil dari lahan itu, sudah pasti makmur hidupnya. Perusahaan cukup dengan mengolah hasil dari produksinya saja,   sambung Dr Laksmi Adriani Savitri, M.Si.
Tapi intinya, kita yang masih punya lahan sebaiknya dipertahankan dengan sebaik-baiknya. Karena, itulah modal utama bagi para Petani agar bisa berlangsung secara terus-menerus. Satu sampai dua hektar pun apabila itu milik kita sendiri, ketika sudah menghasilkan juga untuk diri kita sendiri. Contoh, seperti yang Kang Hendrik lakukan. Dengan segala potensi yang kita miliki, yakinlah bahwa kita bisa mendapatkan yang kita inginkan dikemudian hari. Semua itu, asal kita tekun melakukannya dan terus belajar dengan giat, alhasil kita akan memetiknya.
Lokasi Lahan Sawit di Daerah Kendawangan
Dulu kami bisa menari dan bernyanyi disini
Kami bisa memukul gendang dan gamelan 
Kami bisa meracik reramuan tanda penghormatan
Kami bisa memberikan polesan tanaman-tanaman lokal

Membuat segalanya terasa indah
Seindah Putri dari kayangan, 
Lebih indah dari petikan gitar dan piano
Juga sepucuk tumbuhan yang tak berkawan

Keindahan itu telah sirna 
Sirna ditelan tangan dan kaki besi
Tangan kotor tapi tanpa rasa malu
Membersihkan dan menghilangkan jejak ini

Kami dibuatnya tak berdaya
Tak berdaya dirumah kami sendiri 
Sebab ada para mesin-mesin bersenjata
Membuat kami seperti para tawanan

Tawanan dari tuan mereka
Tuan yang pernah memberikan janji
Janji yang penuh dengan misteri 
Janji yang malah mencoba mengusir kami

Membuat kami menjadi hamba
Hamba yang tak berdaya
Hamba yang menjadi peminta-minta
Hamba yang tak dipedulikan Tuannya

Rumah Pertemuan Bina Utama Payak Kumang
Konsep rumah betang (rumah panjang) hampir tidak diketemukan lagi khususnya di Kalimantan Barat. Adapun, paling bangunan-bangunan yang menyerupai seperti rumah betang tersebut. Seperti ditemukan di Gedung Pertemuan Bina Utama milik pastoran Payak Kumang Ini, yang mana bangunannya menyerupai rumah betang, dan banyak lagi bangunan-bangunan yang seperti ini. Maksud dari didirikan bangunan ini memang agar tidak menghilangkan sejarah dan cerita panjang tentang kehidupan masyarakat adat dalam hal ini Dayak. Namun, ada yang hilang di dalam bangunan-bangunan tersebut, yakni penghuninya. Karena, konsep rumah betang yang dimiliki oleh Suku Dayak umumnya bukan sekedar bangunan saja, tapi juga kehidupan manusia di dalam bangunan tersebut.
Ini sebenarnya mengisyaratkan bahwa konsep rumah betang yang dulu dimiliki oleh Suku Dayak sudah hampir hilang. Konsep rumah betang disini maksudnya, kolektifitasnya yang dibangun secara bersama-sama tanpa memandang siapa orang tersebut, apa kedudukanya, dan juga strata sosialnya. Disini hidup semua orang yang saling support satu sama lainnya, saling tolong menolong, saling memperhatikan, dan peduli satu sama yang lainnya. Pun, sampai pada tingkat penguasaannya bahwa kepemilikan atas tanah, hutan dan kekayaan alam lainnya dimiliki secara bersama-sama oleh masyarakat dan untuk keperluan bersama.
Maka, masih menyisakan kepemilikan tersebut dalam sistem pengelolaan Tembawang Masyarakat Suku Dayak umumya. Hal ini mengartikan bahwa tempatnya yang ada tembawang tersebut adalah sebagai situs terakhir Suku Dayak umumnya. Karena, di tempat yang ada Tembawang tersebut pernah hidup sekelompok manusia dalam rumah betang ataupun kampung lama dulunya. Tembawang ini yang menjadi kepemilakan bersama oleh kelompok masyarakat. Kemudian, ketika itu dijual atau ditukar dengan barang lainnya menjadikan ini milik individu tertentu.
Berangsur-berangsur konsep yang ada seperti ini semakin hilang, dari rumah betang yang manusianya masih hidup berkelompok sampai pada bangunan-bangunan individu ataupun kepemilikan perorangan yang ada sampai sekarang. Disini mulai ada pengikisan kebersamaan yang dibangun oleh masyarakat yang ada di sekitar ataupun di lingkungannya terlepas sudah tidak hidup dirumah betang lagi seperti dulu kala.
Dulu, sekitar 20 tahun kebelakang kolektifitas seperti ini masih bisa terlihat antar warga satu sama dengan yang lainnya. Semisal, ketika tidak ada Cabai ataupun barang makanan lainnya kita boleh ngambil atau minta ditempat orang yang lainnya tanpa harus membayar sepeserpun. Hal ini terjadi secara bergulir, ketika orang lain tidak punya dan yang satunya punya maka saling berbagi satu sama dengan yang lainnya. Kalau misalnya ada yang dapat Lauk hasil buruan, yang lainya dapat bagian juga.
Jadi, yang perlu dipertahankan dan dijaga sekarang adalah situs terakhir (Tembawang) yang dimiliki oleh Suku Dayak tersebut. Karena, kalaulah situs terakhir ini sudah tidak ada lagi atau hilang maka identitas masyarakat akan lenyap. Kehidupan Sosial, Budaya bahkan Ekonomi yang terkandung di dalam Tembawang tersebut juga akan hilang. Maka, perlu untuk dipertahankan sistem Tembawang Masyarakat ini. Semoga sekelumit tulisan ini memberikan sumbangan serta manfaat bagi kehidupan manusia yang ada di Negeri ini. 
Dok Foto Laman Tembawang, Topeng Buku'ng Mangar
Topeng "Buku'ng" ini adalah topeng yang merupakn bentuk budaya masyarakat. Topeng Buku''ng ini dimiliki oleh Suku Dayak Krio khususnya di Desa Benua Krio Dusun Sepanggang. Keberadaan Suku Dayak Krio tersebar di Kecamatan Hulu Sungai Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Pada umumnya, apabila ada kematian salah satu tokoh atau orang yang diagungkan di adakan budaya Bebuku'ng. Buku'kng ini dipakai dalam jumlah tertentu saja, yakni dengan angka ganjil dari 3, 5 sampai dengan 7. Semakin banyak jumlah topengnya semakin besar adat istiadat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan ritual budaya ini.
Adapaun topeng-topeng ini juga tidak memakai kayu-kayu sembarangan, ada kayu hutan yakni Plai, pelepah Kelapa, dan dari Labu Air. Makanya, tanaman Plai dan kelapa itu bagi suku Dayak Krio tidak boleh ditebang sembarangan. Buku'ng yang memakai Plai disebut Buku'ng Kepala, yang pakai pelepah kelapa Buku'ng Tengah dan dari Labu Air sebagai Buku'ng yang Bungsu.
Apabila Buku'ng yang dipakai dalam jumlah 3 saja masing-masing satu dari tanaman-tanaman tersebut, kalau 5 jumlah Plai nya dua dan Pelepah Kelapanya dua, dan Labu airny satu. Dan, kalau jumlah Buku'ngnya 7 Plai dan Pelepah kelapa masing-masing 3 sedangkan Labu Air tetap satu. Dalam acara budaya Bebuku'ng ini bukan hanya ritual topeng saja, ini bentuk dari kolektifitas masyarakat yang begitu besar.
Karena, Buku'ng ini akan berkeliling ke kampung-kampung dan kerumah-rumah untuk meminta keperluan untuk orang yang ada ditempat orang yang meninggal. Keperluannya biasanya berupa, Ubi Kelapa, Pinang, Sayur, Mayur, Garam, Micin, Gula, Kopi, Beras, Padi, dan lain sebagainya. Kemudian barang-barang bawaan akan dikumpulkan di tempat orang meninggal yang kemudian dikonsumsi bersama. Dan, dalam berjalan manusia bertopeng Buku'ng ini mempunyai gaya khusus lenggang kiri-lenggang kanan yang istilah orang kampung Bebasa. (lihat gaya Nikasius Meki lagi bebukung di: https://www.youtube.com/watch?v=I5g3NSLOcWk ).
Untuk mengiringi manusia bertopeng "Buku'ng" ini juga ada gamelan khusus yang disebut oleh Dayak Krio dengan Betipak. Saat manusia memasang topeng ini, sebelum turun untuk cari berbagai jenis makan yang diperlukan seperti tersebut di atas, dia harus mengelilingi mayat yang ada dirumah terlebih dahulu.
Dan, ketika seseorang sedang memasang topeng ini tidak boleh disebutkan namanya walaupun kita mengenalnya, karena pernah dialami terdahulu topeng ini tidak bisa dilepas sehingga manusia bertopeng ini harus hidup di hutan dan menjadi penunggu gunung serta bukit. Sekian informasi sekilas manusia bertopeng atau yang di sebut Buku'ng ini oleh Dayak Krio. Semoga ini bisa menjadi referensi untuk anak cucu dikemudian hari tentang kebudayaan Dayak Krio. Serta semua orang yang mau mengetahui Kebudayaan tersebut. Terima kasih! (Penulis : Nikasius Meki).

 Foto Nikasius Meki, Sebelum bertopeng.


Foto Nikasius Meki, Sesudah Bertopeng



Truk Pengangkut di Jalan Menuju ke Daerah Kendawangan
Mengapa ini dikatakan bukan hanya sekedar truk pengangkut? Karena, dalam perjalanan ini begitu banyak truk-truk yang mengangkut tandan buah segar kelapa sawit. Tak heran, kalau jalan-jalan menuju ke Daerah Kedawangan begitu banyak yang berlobang. Jalan yang jaraknya kurang lebih 90an km itu harus ditempuh sampai 5 jam apabila kita menggunakan kendaraan mobil.
Siapa yang akan bertanggung jawab, ketika jalan ini mengalami kerusakan yang cukup berat? Mungkin juga perusahaan-perusahaan tersebut, mungkin juga tidak. Pastinya Pemerintah Daerah setempat yang secara penuh bertanggung jawab soal pembangunan dan perbaikan jalan tersebut.
Hingga, anggaran di daerah akan dihabiskan untuk infrastruktur seperti ini, terus-terus dibangun dan terus-terus diperbaiki. Dan, apakah sumbangan dari perusahaan-perusahaan yang sudah masuk ke daerah kita ini cukup untuk membangun daerah, dibandingkan kerusakan yang ada? Tentunya masih menjadi tanda tanya besar, karena kalaulah kita kaji, tidak sedikit Perusahaan yang beroperasi daerah ini, daerah-daearah yang menuju ke Kendawangan tersebut.
Belum lagi, dengan jumlah perusahaan yang begitu banyak tersebut yang seharusnya bisa memberikan kesejahteraan masyarakatnya. Selain dapat dari perkebunan kelapa sawit, masyarakat bisa saja bekerja di pertambangan dan lain sebagainya. Namun menurut Pak Maran di Dusun Sukarya Desa Mekar Utama, jangan terbujuk rayu dengan bangunan-bangunan yang ada disini, masyarakat yang ada disini malah bingung mau kerja apa.
Ketika perusahaan  pertambangan sudah tidak beroperasi lagi, apa yang mau diolah di lahan-lahan bekas tambang tersebut. Sementara PT PAL begitu banyak kubangan bekas tambang yang ditinggalkan begitu saja, adapun yang telah dilaukan baik PT Harita maupun PT PAL tidak maksimal kata Pak A. Cuih Dusun Klukup Blantak. Adapun perusahaan perkebunan seperti PT Gunajaya Karya Gemilang yang beroperasi dari 2007 sampai sekarang masyakarakat malah belum dibagikan plasma dan juga mengetahui letak plasma nya kata Pak Agung.
Melihat persoalan seperti ini, paling tidak masyarakat bisa belajar mengenai pengelolaan wilayahya masing-masing. Mana yang menguntungkan, mana yang tidak! Mana yang berkelanjutan, mana yang tidak. Padahal, jauh sebelum Negara ini ada masyarakat sudah mengelola wilayahnya secara lestari. Semisal dengan model atau sistem pengelolaan Tembawang oleh Masyarakat Adat, khususnya masyarakat Dayak. Lucu juga, ketika ini sudah dijaga dan dipertahankan dengan baik, setelah masuknya investasi masyarakat hanya menjadi buruh di tanahnya sendiri.

Ilustrasi Laman Tembawang
Menulis memang suatu hal yang gampang-gampang susah dilakukan oleh setiap individu. Belum lagi supaya tulisan tersebut bisa diterima, bisa dibaca oleh semua orang, apalagi tulisan tersebut akan di posting dalam sebuah website ataupun blog. Tindakan-tindakan supaya hal tersebut bisa menjadi produk tulisan yang baik, maka banyak hal yang dilakukan oleh seseorang salah satu diantaranya Plagiat atau Copy Paste tulisan orang lain.
Sederhana memang, tindakan yang dilakukan dalam meng-Copy tulisan orang ataupun karya orang kita tidak perlu harus buang-buang waktu,  tenaga, dan juga pikiran kita untuk membuat tulisan yang seperti yang kita inginkan tapi cukup meng-Copy tulisan orang lain saja. Anggapannya, hal ini kalau dilakukan tidak akan diektahui, kalaupun diketahui pasti tidak akan ada sanksinya. Namun, ada hal yang perlu dikaji bahwa tindakan demikian sama dengan tindakan pencuri. Karena, kita memakai karya orang lain tanpa diketahui oleh orang yang bersangkutan. Ada kode etik yang juga mengatur soal perilaku seseorang yang melakukan tindakan yang demikian.
Kita bisa merasakan sendiri bagaimana rasanya kalau tulisan kita ataupun karya kita dijiplak oleh orang lain, pasti rasanya sakit sekali. Tentunya yang paling tidak baik adalah, hal semacam itu sangat merugikan orang lain. Tindakan semacam ini tidak bisa diterima oleh orang lain, tidak akan disenangi oleh orang lain. Seperti yang terjadi pada Dosen Universitas Gajah Mada Anggito Abimanyu beberapa waktu yang lalu. Atas tindakannya melakukan Plagiarisme, karena menjiplak artikel milik orang lain membuatnya harus resign dari pekerjaannya sebagai Dosen. Baca juga http://www.thejakartapost.com/news/2014/02/18/plagiarism-forces-anggito-resign.html.
Ini bentuk ganjaran yang diterima oleh seseorang yang melakukan tindakan Plagiarisme atau Copy Paste tersebut. Walaupun dalam implementasinya tidak dengan sengaja atau bisa saja karena hanya mirip-mirip, apalagi dilakukan dengan unsur kesengajaan. Pasti akan ada ganjaran yang diberikan oleh seseorang yang melakukan tindakan Copy Paste tersebut. Banyak lagi contoh-contoh yang mana hal semacam ini tidak perlu untuk ditiru. Lihat berita berikut ini: http://www.tempo.co/read/news/2014/02/18/078555420/8-Kasus-Plagiat-yang-Menghebohkan-Indonesia/1/0.
Jadi, jangan coba-coba melakukan aksi pembunuhan dalam dunia Ilmu Pengetahuan dengan melakuna Copy Paste. Dan, ini juga tidak ada untungnya melakukan tindakan COPY PASTE (COPAS) hanya untuk sesuatu yang mungkin cukup berharga bagi kita. Toh, kalau kita yakin bahwa kita bisa melakukannya dengan pemikiran kita sendiri, dengan karya kita sendiri, penghargaan sebesar apapun merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi kita. Orang hebat sekalipun memulainya setahap demi setahap, hingga bisa mempunyai karya yang begitu besar.
Dengan demikian kita wajib memberikan pernyataan SAY NO TO COPAS. Oleh karena itu, mari kita Berantas Blogger Copas. Bagi Anda yang ingin memiliki nama domain sendiri, tanpa embel-embel blogspot.com atau wordpress.com bisa memesan di Nama Domain. Trus, untuk web hostingnya pesan di Web Hosting Indonesia. Semoga sekelumit tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Lomba Blog by : andre.web.id


Governance and Sustainable Fair - Contact: nikasiusmeki@gmail.com