Cerita yang Mengasikan Nan Berharga
Ilustrasi, Laman Tembawang |
Di sungai melayu rayak ini dominannya
suku jawa, kisaran sampai 80% karena yang diawali dari tahun 1992 tersebut transmigrasi pertama
oleh Penduduk dari Jawa Tengah, disusul oleh Penduduk Dari Jawa Timur, kemudian
oleh Penduduk Dari Jawa Barat dan penduduk dari Nusa Tenggara Timur. Selain
itu, suku-suku lainnya yang mendiami wilayah tersebut ada suku melayu, suku
dayak dan suku Batak.
Hebatnya menurut Pak De Yatmin walaupun
sukunya berbeda-beda disana, tidak pernah ada perselisihan antar suku. Antara
suku satu dengan suku yang lainnya saling menghargai perbedaan, saling
menghargai agama masing-masing yang dianut. Karena, beliau anggap perpecahan
itu memang tidak penting. Malah ada untungnya kalau kita bersatu dan saling
membantu. Yang satunya ada masalah, saling bantu dan saling mengisi satu dengan
yang lainnya, dan kita menjalani hidup ini terasa lebih ringan.
Banyak hal yang ditangkap dari beliau,
beliau menceritakan dari awal hidup sampai saat ini. Pahit manis hidup sudah
sangat cukup beliau rasakan, dulu dari jawa tanpa bermodal apapun, mulai merintis
hidup di Piansak dengan berkebun dan menjual tenaga kerja menjadi Buruh Tani
disalah satu Perusahaan Sawit terdekat. Awal penghasilan sangat kecil, makan
juga susah. Namun, berkat ketegaran beliau dalam menjalankan hidup sekarang
bisa sampai mengkuliahkan anaknya menjadi Sarjana.
Dijawa hidup cukup susah, persoalan
awalnya adalah Tanah. Disana Tanah dikuasai oleh Perhutani dan perusahaan
raksasa lainnya. Hingga, lahan masyarakat menjadi sangat sempit sekali. Jadi,
kalau kita masyarakat bawah cukup rentan sekali kehidupannya. Disini, dengan
modal lahan cukup luas kita bisa mengelola apa saja dengan berkebun atau
bertanam apapun untuk dijual.
Bicara mengenai pendidikan, beliau
bahkan hanya menginjak bangku Sekolah Dasar itupun tidak selesai. Namun pesan
Beliau, hidup itu tidak boleh sombong, kita mesti belajar dari siapapun.
Melihat orang itu jangan melihat dari tingkat pendidikannya, jabatannya,
kedudukannya, pangkatnya, dan strata sosial lainnya, namun dilihat dari apa
yang dia katakan. Manusia itu harus sadar bahwa kita itu belajar dari sesama
kita manusia, dan kita pasti butuh sesama.
Ya, berbuatlah sesama manusia tanpa
melihat dia itu siapa. Banyak jugakan orang berpendidikan bicaranya atau bahkan
kerjanya serta tindakannya juga ngaur, tidak peduli sama nasib sesama, lihat
saja di Televisi itu sambung Pak De. Orang-orang yang katanya pintar itu, tidak
lain diberitakan adalah mereka yang suka nyolong duit rakyat, suka tawuran, dsb.
Ngomongnya pandai, dalam hal membela diri tapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Sehingga oleh perbuatan yang seperti itu,
yang baik menjadi tertutupi. Inilah potret buram dari sistem kita yang ada ini,
akankah Indonesia semakin membaik? Semua ada ditangan kita!!?. Ya, semoga apa
yang saya katakan ini cukup bermanfaat, itulah sekilas tentang kisah
perbincangan saya dengan Pak De Yatmin.