Persoalan Pemuda Mahasiswa Atas Komersialisasi Pendidikan

lamantembawang | 02.01 |

Ilustrasi. Laman Tembawang
Potret buram dari perjalanan rakyat indonesia dengan berbagai persoalan. Sudah menjadi rahasia umum dibalik suramnya rakyat Indonesia, sebagai pemerintah yang mengabdikan diri kepada negara asing memiliki peranan dominan atas penderitaan rakyat dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Kaum buruh yang dipaksa untuk menderita di lingkungan kumuhnya akibat sistem kontrak dan outsoursourching juga kebijakan politik upah murah yang lebih memihak pada investor dan penguasa. Rakyat miskin kota dihantui dengan penggusuran dan pengusiran, kemudian para petani yang harus kehilangan tanah sewaktu-waktu akan dirampas. Inilah kenyataan yang terus menerpa kehidupan rakyat di Indonesia. Semakin menengelamkan rakyat dalam jurang kesengsaraan.
Tidak mengherankan konflik yang terjadi antara rakyat dan negara semakin meningkat, aksi protes dengan berbagai macam bentuknya semakin sering terjadi. Demontrasi dan pemogokan buruh, konflik antara kaum muskin kota dengan negara yang diwakili oleh satuan polisi pamong praja (Satpol PP) bahkan polisi dan TNI hingga konflik agraria antara rakyat dengan negara atau juga dengan tuan tanah semakin meningkat. Di sisi lain ini semakin menampakan wajah aslinya rejim hari ini yang mengabdikan dirinya kepada asing dengan berbagai tindakan refresif yang cendrung fasis untuk menyelesaikan protes-protes yang disuarakan rakyat. Bagaimana dengan sektor pendidikan dan hak-hak demokratis pemuda dan mahasiswa secara umum? Keterpurukan dunia pendidikan di Indonesia dan nasib jutaan pemuda dan mahasiswa di negeri ini terus diberlakukannya politk akses sekolah yang terbatas, pencabutan subsidi pendidikan, pengangguran yang merebak luas hingga kehidupan demokratisasi kampus yang dihambat. Intinya membiarkan privatisasi dan komersialisai pendidikan semakin luas dan demokratisasi kampus semakin terhambat.
Kian menegaskan pendidikan bukan tanggung jawab negara, Pendidikan dianggap tidak lebih dari komunitas jasa yang dapat diperjual belikan sesuka hati. Ini tercermin dari kebijakan perundang-undangan yang dikeluarkan, Peraturan Presiden (Pepres) No. 77 tahun 2007 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan penanaman modal secara tegas memasukan pendidikan sebagai salah satu usaha terbuka yang bebas diperdagangkan di pasar Internasional (Bisnis Indonesia, 13/03/2007).
Bahkan upaya memberikan isentif pajak bagi investor yang menanamkan modalnya di sektor pendidikan dengan kebijakan-kebijakan yang hakikatnya bertentangan dengan UUD 1945 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab Negara. Setidaknya merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD. Tahun 2007, alokasi anggaran pendidikan hanya sebesar 12,3 persen dari total 800 triliun belanja negara. Untuk tahun 2008 saja, dialokasikan adalah Rp 65 trilliun (Tempo,10/9/2008). Jika angka ini dikurangi dengan dana alokasi, akan terus membiarkan privatisasi dan komersialisasi pendidikan terus merajarela.
Bagaimana dengan proses demokratisasi di kampus? dengan terus menghambat kehidupan demokratisasi di kampus melalui kebijakan negara ataupun aparatus pendukungnya di kampus. Kebebasan mimbar akademis, kebebasan berkumpul, berpendapat dan berorganisasi terus dikekang dan dihambat. Ruang-ruang perdebatan ilmiah terus dikerangkeng, dimana mahasiswa tidak diberikan kesempatan lebih leluasa untuk melakukan kritik dan bersuara. Kebebasan berkumpul, berserikat dan berpendapat juga terus dikekang  yang melarang organisasi massa mahasiswa beraktivitas di dalam kampus.

Category:

Admin @lamantembawang:
Silahkan meninggalkan komentar yang membangun dan berguna

Governance and Sustainable Fair - Contact: nikasiusmeki@gmail.com